BERANDA

Diskusi Bersama SMSI Bali, Bali Spa Bersatu Suarakan Keadilan Melalui Judicial Review Terkait Pajak 40%

Ket Foto: Ketua Inisiator Bali Spa Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra (tengah) Debra Maria (Owner Taman Air Spa), Mila Tayeb (Owner Amo Spa), Jero Ratni (Owner Sang Spa Ubud) di dampingi tim legal yaitu Muhamad Hidayat Permana, SH dan Muhammad Ahmadi, SH.

DENPASAR, tivibali.com- Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali menggelar Rakernis yang membahas program kerja SMSI Provinsi Bali, baik program jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam diskusi tersebut masing-masing ketua bidang menyampaikan program kerja yang akan di eksekusi dalam satu tahun ini, dengan menjabarkan action plan setiap program kerjanya yang muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan Anggota SMSI Bali dan meningkatkan kuwalitas SDM yang ada dalam Perusahaan Pers yang tergabung dalam SMSI Bali, Sabtu (27/1/2024).

Dalam Kesempatan tersebut sebelum Rakernis di mulai, Ketua SMSI Provinsi Bali Emanuel Dewata Oja beserta Anggota SMSI Bali bertemu dan berdiskusi dengan Bali Spa Bersatu terkait dengan perjuangan penggiat sektor pariwisata yang bergerak di bidang Spa, dengan tema: ”Kawal Keadilan di Mahkama Konstitusi Langkah Berani Bali Spa Bersatu”.

Debra Maria dari Bali Spa Bersatu menyampaikan keberatan kepada pemerintah terhadap Kenaikan pajak yang di bebankan oleh Perusahaan Spa sebesar 40%, “dengan kenaikan pajak mencapai 40% bisnis Spa bakal ambruk”, ujarnya.

Dimana akar permasalahannya adalah bisnis Spa dikatagorikan sebagai bisnis hiburan. Hal ini sangat tidak adil bagi kami yang memiliki bisnis Spa, bisnis Spa sejatinya merupakan bisnis kebugaran hal itu di akui secara Internasional dalam Global Weallness International, “ ini menjadi rancu dan membingungkan dimana secara Internasional di akui sebagai bisnis kebugaran sementara di Indonesia pajaknya di katagorikan sejajar dengan bisnis hiburan”, ungkap Debra Maria pemilik usaha Taman Air Spa.

Mila Thayeb owner Amo Spa menyebut Asosiasi Pengusaha Spa, Bali Spa Bersatu didampingi oleh tim legal akan memperjuangkan judicial review ke Mahkama Konstitusi, agar nanti bisa di kabulkan, sehingga pajak Spa bisa keluar dari katagori pajak hiburan dan dapat masuk dalam katagori pajak kebugaran dan Kesehatan.

Lebih jauh, Ketua Inisiator Bali Spa Bersatu I Gusti Ketut Jayeng Saputra menyebut bahwa jika pajak 40 % Spa ini di berlakukan, maka yang terdampak bukan hanya pelaku dan perusahaan Spa saja namun ekosistem yang di dalamnya juga terdampak, baik dari hulu maupun hilirnya. Ada 1673 Spa yang ada di Bali yang terdaftar di situs travel itu artinya akan ada 40.000 karyawan yang bakal terdampak jika Perusahaan Spa ambruk lantaran di berlakukan pajak 40% tadi.

Sementara itu Muhamad Hidayat Permana mengungkapkan bahwa pihaknya selaku tim legal Bali Spa Bersatu sudah mulai berjuang ke MK sejak 5 januari 2024 dan sudah keluar nomer register perkara nomer 19 dan kita masih menunggu panggilan sidang pendahuluan, konsennya adalah pasal 55 ayat 1 huruf L dan pasal 58 ayat 52 di mana kita minta kata Spa garing mandi uap itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, karena itu bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945, terutama asas keadilan pasal 28 UUD 45.

“Dirinya meyakini bahwa perjuangan melalui  judicial review yang di ajukan tim legal Bali Spa Bersatu akan di kabulkan, karena kalau di lihat secara regulasi ada undang undang Kesehatan yang mengatur, Peraturan Kemenkes, kemudian dari segi devinisi KBBI saja sudah jelas bahwa Spa masuk dalam katagori kesehatan dan kebugaran tidak ada kata-kata hiburan”, ungkapnya.

Jelas sebuah perlakuan tidak adil dimana di dalam pasal itu sendiri, didalam huruf K ada disebutkan hiburan Panti pijet dan Reflexi, sedangkan Spa dalam pasat tersebut masuk didalam huruf L yang dikenakan pajak 40%, Kalaupun akan dimasukan dalam hiburan dalam pengenaan pajak seharusnya mandi uap atau Spa itu berada di huruf K dengan tarif sebesar 10% sama dengan hiburan panti pijat dan reflexi, “itu baru berlaku asas keadilan”, tandasnya. (maw)