DENPASAR, tivibali.com- LSPR Institute of Communication and Business (LSPR Institute) mengukuhkan Guru Besar Bidang Komunikasi khususnya komunikasi politik, Prof. Dr. Lely Arrianie, M.Si dengan orasi Ilmiah berjudul “Komunikasi Politik Tanpa Model: Tantangan Menemukan Model Komunikasi Politik Khas Indonesia Menuju 2045″ Yang merupakan gambaran model komunikasi politik Indonesia saat ini.
Acara pengukuhan tersebut berlangsung di Auditorium LSPR Institute di Jakarta, Jumat (11/4/2025) yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara seperti Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, SPt. M.Pd, Gubernur Lemhannas RI, Dr. H. YTB. Ace Hasan Syadzily, M.Si, Gubernur Dr. Pramono Anung Wibowo, M.Si. serta 43 Guru Besar dan Dosen S3 lainnya.
Acara dibuka dengan sambutan oleh Founder & CEO LSPR Institute, Dr. (H.C) Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR, FIPR yang mengatakan Pengukuhan Profesor memiliki makna yang mendalam tidak saja bagi dunia pendidikan, tetapi juga kemajuan masyarakat demokratis yang memperkuat pondasi kehidupan masyarakat yang lebih cerdas, lebih kritis, dan lebih berbudaya”.
“Kita tahu, dunia komunikasi saat ini sedang menghadapi banyak tantangan: disinformasi, polarisasi media, krisis kepercayaan publik, kecanduan algoritma digital, dan budaya viral yang seringkali menenggelamkan nilai substansi. Begitu juga dengan dunia politik Indonesia yang membutuhkan etika komunikasi. Etika menjadi sangat penting sebagai basis komunikasi politik dan kebutuhan akan model komunikasi politik ciri khas Indonesia.” kata Prita Kemal Sementara itu, Rektor LSPR Institute, Dr. Andre Ikhsano, M.Si menegaskan” Acara pengukuhan Profesor membuktikan bahwa selaku institusi pendidikan, LSPR Institute saat ini semakin menunjukkan keseriusan dalam dunia akademis dengan memberikan sumbangsih keilmuan yang lebih luas dan mendalam. Orasi menunjukkan pentingnya komunikasi politik bagi setiap aktor politik agar menciptakan sebuah gaya, pola dan model komunikasi yang menunjukkan kekhasan Indonesia”
Dalam orasinya, Profesor Lely mengatakan, Indonesia perlu memiliki model komunikasi politik yang jelas dan kuat untuk membangun budaya politik yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia. Saat ini, Indonesia belum memiliki model komunikasi politik yang jelas, kalaupun ada, kita bisa sebut sebagai model komunikasi politik yang tidak ada model.
Karena ketiadaan model, maka semua pilar demokrasi eksekutif, legislatif, dan yudikatif lebih didominasi oleh gaya atau pola komunikasi politik bukan model. Gaya (ciri khas dari individu politisi) dan pola (tindakan yang berulang dari politisi) tersebut menunjukkan lebih kepada gaya dan karakteristik atau sifat individu. Sementara model merupakan sebuah sistem yang konkret yang dapat menjadi acuan untuk mempelajari kompleksitas sebuah fenomena agar bisa dipelajari atau dianalisa lebih lanjut.” kata Lely Arrianie.
Prof. Lely melihat komunikasi politik” tanpa model itu berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga saat ini yang menurut hasil penelitiannya, terjadi pergeseran komunikasi politik dari yang bersifat santun dan seragam (di era orde baru yang tertata) ke arah komunikasi politik sebaliknya yang mengabaikan etika dan budaya politik. Karena komunikasi politik yang dapat dikatakan tidak memenuhi etika dan budaya politik. Sebagai model, tentu memiliki ciri khas yang tetap dan permanen .
Prof. Lely melihat komunikasi politik” tanpa model itu berdasarkan dinamika panggung politik sejak reformasi hingga saat ini yang menurut hasil penelitiannya, terjadi pergeseran komunikasi politik dari yang bersifat santun dan seragam (di era orde baru yang tertata) ke arah komunikasi politik sebaliknya yang mengabaikan etika dan budaya politik. Karena komunikasi politik yang dapat dikatakan tidak memenuhi etika dan budaya politik. Sebagai model, tentu memiliki ciri khas yang tetap dan permanen.
BAC Lebih jauh Lely menjelaskan bahwa komunikasi politik yang berlangsung saat ini tidak lagi linear tetapi bergerak ke arah yang lebih konvergen, sirkular bahkan lebih transaksional yang ditandai dengan praktik negosiasi yang intens. Sementara
Ispr.ac.iddikatakan tidak memiliki model kömünikasi politik, namun saya optimis proses politik yang terjadi akan menciptakan komunikasi model politik sehingga dapat menjadi acuan praktek komunikasi politik yang berbudaya, dan bertanggung jawab.” kata Lely.(mtb)